Skip to main content

5. Punishment




Gue memasukkan makanan ke dalam mulut dengan asal. Tanpa hentinya mulut ini menyumpah serapahi Devin yang sudah berhasil membodohi gue kemarin.

"DEVINO XAVIEERRRR...!!!" teriak gue dan berhasil membuat penghuni kantin menoleh dan menatap gue dengan tatapan aneh. "Awas aja kalo gue ketemu sama lo--" belum sempat gue melanjutkan kata-kata, terdengar suara seseorang yang begitu gue kenali dan baru saja gue caci maki.

"Ada apa? Kenapa manggil gue?" tanya Devin sambil memposisikan dirinya duduk berhadapan dengan gue.

"Oh, ternyata lo panjang umur juga," seru gue lalu disusul dengusan gue. "Nggak, gue do'ain lo berumur pendek, sialan!"

"Hei hei! Ada apa? Kenapa lo tiba-tiba marah sama gue, hmm?" tanya Devin sambil menunjukkan cengiran tanpa dosanya itu.

Gue menghela napas kasar lalu menatapnya. "Lo pernah gak sih pernah liat singa kalo lagi ngamuk?" tanya gue sambil menekankan kata 'singa'. Dapat gue lihat Devin menatap gue dengan heran lalu menggeleng pelan. "Dan sekarang, gue bakal menunjukkannya."

Gue langsung memposisikan berdiri hingga membuat Devin sedikit kaget dan ia langsung ikut berdiri juga. Gue langsung melepas heels yang gue pakai dan hendak melemparnya ke arah Devin. Devin yang menyadari ada bahaya yang akan menyerangnya langsung lari sambil teriak-teriak seolah tengah dikejar hantu.

"Sialan! Kemari lo!" teriak gue lagi sambil mengejar Devin dengan tangan yang menjinjing heels yang tadi gue lepas.

"Woi santai! Gue salah apa ya ampun, sampe gue diginiin sama lo!" teriak Devin tak kalah kerasnya.

Dapat gue pastikan semua mata kini menatap kami dengan pandangan aneh. Dan dari tatapan mata mereka, mereka seolah berkata pada kami 'orang gila'. Oke, tapi gue nggak perduli. Yang penting sekarang, Devin harus musnah dulu dengan tangan gue sendiri.

"Lo berani ya bohongin gue!" teriak gue lagi sambil mengejar Devin yang berlari di koridor kampus.

"Bohongin apa sih? Jelasin dulu dong yang bener!" serunya tak kalah berteriak.

Terlihat Devin mulai lelah. Dan gue segera mempercepat lari agar menyusul Devin. Saat langkah gue mulai mendekat ke arahnya, gue segera melempar heels ke arah Devin. Dan yap! Gue mendengar suara jeritan seorang pria.

Gue tersenyum puas. Tapi, saat gue melihat ke arah Devin, ternyata bukan dia yang terkena lemparan heels tadi. Gue lihat pria lain tengah menenteng heels milik gue dan gue sangat mengenali pria itu. Terlihat pria itu menatap gue dengan sangar. Oke, gue yakin setelah ini gue bakal diomeli habis-habisan oleh mulut cabenya itu.

"Woi! Lo yang nimpuk gue?" teriaknya sambil menenteng heels milik gue.

Gue cuma cengengesan melihatnya. "Gue gak sengaja." seru gue sambil menunjukkan cengiran khas gue. Gue lihat dia tetap menatap gue dengan tatapan sangarnya itu. "Serius gue gak sengaja Adin..." seru gue lagi berusaha untuk meyakinkan Adin. Gue lirik Devin yang berdiri di belakang Adin tengah menjulurkan lidahnya hingga otomatis langsung membuat gue menggerutu kesal.

"Jangan harap lo bisa balik bareng gue!" ucap Adin final lalu melempar heels gue ke sembarang tempat dan langsung melangkah pergi meninggalkan gue yang kini masih berdiri sambil menatap heels yang tadi Adin lempar.

Gue menghela nafas berat. Otomatis gue akan mengeluarkan duit keramat gue ini untuk ongkos pulang. Ingatkan tadi gue berangkat sekolah bareng Adin?

"Makanya lihat-lihat dulu dong!" seru Devin sambil menatap gue dengan cengirannya.

Gue mendesis keras melihatnya. "Sialan!" teriak gue lagi sambil melempar heels milik gue yang satunya. Dan yap! Heels gue berhasil mengenai seseorang lagi. Tapi ternyata orang itu bukan Devin lagi.

Gue menutup mulut tak percaya dengan pemandangan yang gue lihat sekarang. Pemandangan seseorang yang kini menatap gue dengan sangar juga.

Oke, kali ini gue tidak bisa berkutik lagi. Gue pastikan kalau hari ini hari tersial gue. Kenapa gue harus berurusan dengan si botak killer lagi, ya Tuhan!

Iya, heels gue tadi mengenai kepala dosen yang gue sebut botak killer itu. Gue yakin dia bakal marah besar. Gimana dia nggak marah coba, secara kepalanya yang botak itu terkena heels gue yang haknya lumayan tinggi. Pasti sangat sakit, kan?

Gue lihat dia menatap gue dan Devin bergantian. Gue yakin Devin sekarang juga bakal ikut terkena dampratannya.

"KALIAN BERDUA, IKUT KE RUANGAN BAPAK SEKARANG!"

Lihatkan! Alamat bakal dihukum lagi ini gue. Tapi, gue sedikit senang, karena gue yakin pasti Devin bakal ikut terkena hukuman dari si botak killer juga. Akhirnya, dibalik kesengsaraan gue hari ini, gue bisa mendapat kebahagiaan dengan melihat Devin si murid teladan dihukum oleh si botak killer. Haha...


🍁🍁🍁


Bisa tebak gue lagi apa sekarang? Jawabannya, gue lagi dihukum bareng Devin. Jangan berpikir gue dihukum dengan cara membersihkan WC atau perpustakaan lagi, salah besar! Hukuman kali ini menurut gue hukuman yang benar-benar bisa buat gue asma.

Iya, hukumannya, gue disuruh memijat kepala si botak killer ini. Ada yang lebih menyenangkan dari ini? Heh, rasanya gue ingin sekali menjedorkan kepalanya yang botak ini ke tembok.

"Yang kenceng dong!" teriak Pak Broto ke gue. Dan gue hanya tersenyum kecut melihatnya.

Gue lirik Devin yang tengah memijat Pak Broto di bagian kaki itu menunjukkan cengirannya ke arah gue. Sumpah! Kalau Devin nggak ganteng, gue bakal cakar muka Devin biar gak bisa menunjukkan cengirannya itu lagi.

"Ini, bagian sini." perintah Pak Broto sambil menunjuk ke bagian belakang kepalanya.

Gue tersenyum evil. Ini kesempatan gue buat mengerjai Pak Broto balik. Akhirnya gue toyor kepalanya dengan keras. Dapat gue lihat Pak Broto langsung melotot ke arah gue.

Sebelum dia mengeluarkan teriakan keramatnya itu, gue buru-buru menyela. "Maaf Pak, gak sengaja." celetuk gue dan berhasil membuat Pak Broto jadi bersikap biasa lagi seperti semula. Gue berusaha mati-matian menahan cekikikan gue.

"Di bagian ini uratnya kenceng banget nih Pak!" seru gue sambil menoyor kepalanya lagi. Kali ini tidak sekali, lebih!

Gue lihat Devin juga berusaha menahan tawa karena tingkah gue. Dan akhirnya, dia pun jadi ikut-ikutan mulai mengerjai si botak killer ini.

"Pak, kaki Bapak pernah keseleo ya? Kok mata kakinya kaya agak miring gitu?" tanya Devin sembari memasang tampang sok seriusnya.

"Masa sih?" tanya Pak Broto kaget. "Bapak emang pernah jatuh dari tangga waktu itu, tapi masa sih sampe parah kaya gitu?"

"Serius Pak. Bapak lihat sendiri deh, mata kakinya agak miring. Sama kaya otak-"

"Otak siapa?" sela Pak Broto.

"Otak Renata, Pak," lanjut Devin sembari melirik gue sekilas. Gue mendengus pelan lalu kembali mengulum senyum. Bagaimana pun, gue tetap merasa senang jika sudah mengerjai Pak Broto seperti ini.

"Bapak kakinya kotor banget, habis nginjek kotoran ayam, ya? Apa kotoran bapak sendiri?" tanya Devin dengan wajah sok polosnya yang semakin buat gue cekikikan geli.

"Hush! Ngawur kamu. Tapi, masa sih kotor?" tanya Pak Broto panik lalu segera hendak melihat telapak kakinya namun segera Devin larang.

"Udah Pak, biar saya yang bersihin. Kurang baik apa lagi saya ini?"


🍁🍁🍁


"Kenapa ketawa-ketawi kaya gitu?" tanya Devin ketika kami sudah berada di koridor kampus.

"Gue cuma seneng aja ngerjain si botak kaya tadi." jawab gue yang otomatis membuat Devin ikut tersenyum juga.

"Balik sama siapa?" tanya Devin.

Gue tersenyum. Gue tahu kalau Devin sudah bertanya seperti itu, otomatis dia bakal memberi tumpangan ke gue. Dan gue, jadi tidak perlu mengeluarkan duit keramat gue, kan?

"Lo mau ngajak balik bareng, kan?" tanya gue sambil menaik turunkan alis.

Gue lihat Devin menatap gue dengan pandangan aneh. "Siapa? Gue? Nggak!"

Mendengar jawaban yang berasal dari mulut Devin, otomatis langsung membuat gue melotot tak percaya. "Jadi, ngapain lo tadi nanyain gue balik sama siapa?"

"Ya nanya doang, apa salahnya." jawabnya yang langsung membuat gue sukses mendelik sebal. "Gue pergi, dadah..."

Gue semakin dibuat melongo olehnya. Ini serius Devin meninggalkan gue sendirian? Serius dia gak ajak gue balik bareng dia? Gila! Mulai hari ini, gue deklarasikan kalau gue benci Devin!

Akhirnya dengan berat hati, gue melangkahkan kaki gue yang mulus ini menuju keluar kampus. Ini Devin benar-benar meninggalkan gue? Sialan. Sahabat macam apa dia!

Dengan berat hati, gue berdiri di pinggiran jalan buat menunggu taksi. Ponsel gue mati, makanya gue tak bisa meminta Kak Andrew atau Kak Sica untuk menjemput.

Sewaktu gue tengah berdiri sambil mendumel menyumpahi Devin, gue lihat sebuah sepeda motor kini berhenti tepat di depan gue. Oke, gue tahu ini sepeda motor siapa, Devin. Dia tidak akan mungkin tega meninggalkan gue sendirian seperti ini. Gue tahu itu.

Perlahan, dia membuka helm yang bertengger di kepalanya itu. Gue hanya melirik dia sekilas sambil memasang wajah jutek andalan gue.

"Neng, ngapain berdiri di pinggir jalan? Nungguin om-om lewat ya?" ledek Devin yang otomatis langsung gue hadiahi jenggungan di kepalanya. Sialan! dia ngatain gue cabe-cabean!

"Pergi sono! Ngapain masih di sini!" teriak gue.

Gue lihat dia semakin menunjukkan cengiran khasnya. Perasaan dia hobi sekali menunjukkan cengirannya yang seperti itu.

"Yakin ngusir gue?" tanya Devin sambil menaik turunkan alisnya.

"Udah sono pergi!" teriak gue lagi.

Devin berdecak pelan dan segera kembali memasang helm nya. "Ya udah gue pergi."

Oh Tuhan! Dosa apa gue sama Tuhan sampai gue harus punya sahabat seperti Devin ini. Gue kan nggak benar-benar mengusir dia, tapi kenapa dia nggak peka. Kurang ajar!

"L-lo, lo beneran mau p-pergi?" tanya gue gugup sambil menatap dia dengan pandangan tak percaya.

"Serius lah! Kan lo yang ngusir gue." jawab Devin.

Gue jadi semakin sebal setelah mendengar jawabannya. "Ya udah sana!" teriak gue lagi. Dan gue langsung berjalan meninggalkan Devin.

Gue dengar Devin mulai menjalankan sepeda motornya. Tapi, sepeda motornya itu tak kunjung lewat juga di samping gue. Dan akhirnya gue menyadari, Devin kini tengah mengekori gue dari belakang dengan sepeda motornya itu.

"Ya elah ngambekan, lagi PMS ya?" teriak Devin sambil mensejajarkan sepeda motornya dengan gue.

Gue tak menjawab. Gue masih benar-benar sebal sekedar untuk melihat wajah dia.

"Udah jangan ngambek terus." seru Devin lagi.

"Ngapain sih ngikutin gue terus?!" seru gue karena mulai risih dengan keberadaan Devin.

Devin mematikan sepeda motornya ketika melihat gue menghentikan langkah. Dan Devin lalu langsung melempar helm ke arah gue.

"Buruan naik!" serunya namun tak gue gubris. "Halah baperan, baru digituin udah ngambek. Cepet naik ah!" seru Devin lalu langsung menarik tangan gue untuk menaiki sepeda motornya.

Akhirnya gue langsung menaiki sepeda motor itu. Gak terpaksa juga sih sebenarnya. Hitung-hitung gue irit duit kan kalau gue menumpang pulang bersama Devin?



🍁🍁🍁





XOXO


FIHA IM



Comments

Popular posts from this blog

Renata Keyla

RENATA KEYLA [SS Series I] "Lo gak percaya sama gue?" "Kenapa gue harus percaya sama lo kalo lo cuma bisa omong kosong kaya gini! Gue benci sama lo, Vin!" "Lo benci gue?" "Iya, kenapa? Marah?!" "Lo bakalan nyesel udah ngomong kaya gitu ke gue, Natt." "Haruskah gue nyesel? Setelah lihat kelakuan asli lo yang kaya gini? Yang bisanya cuma nge-judge orang dari covernya doang?!" "Natt! Gue bakal buktiin omongan gue. Dan pada saat semua omongan gue terbukti bener, jangan cari gue karna rasa bersalah lo itu. Karna setelah ini, gue udah gak ada di sisi lo lagi." ====== Nama gue Renata Keyla, lebih suka dipanggil Natt. Tapi, teman-teman gue lebih sering manggil gue Donat. Kenapa? Karena gue suka makan makanan itu. Ini tentang kisah gue, kisah perjalanan hidup gue. Tentang bagaimana cara gue dapat menemukan dia, seseorang yang berhasil membuat gue melabuhkan ha

Jangan Remehkan Impianku

Cerita ini ditujukan untuk orang yang bermimpi jadi seorang penulis, namun tak cukup percaya diri karena mendengar ucapan orang lain tentang menjadi penulis Selamat membaca❤ ️ 🍁🍁🍁 Hujan kembali mengguyur bumi. Kedatangannya membuat segelintir orang yang tengah berlalu lalang langsung berlarian untuk meneduhkan diri. Termasuk diriku. Aku yang tengah berjalan santai langsung berlari karena kedatangan hujan yang terlalu tiba-tiba. Beruntung aku berada tak jauh dari area kelas, sehingga aku kini dapat langsung berteduh di sana. Kuusap buku yang sedari tadi berada di genggaman. Ah sial, buku novelku jadi basah. Aku paling tak suka jika buku-buku milikku basah, karena itu tandanya aku tak bisa merawat buku. Akhirnya kuputuskan untuk berjalan memasuki kelas. “Eh, lihat deh. Si kutu buku kehujanan tuh!” “Mampus! Bukunya jadi basah, kan?” “Lagian, kemana-mana selalu bawa buku.” “Ya

Nightmare

Cerpen ini aku ikutkan lomba menulis cerpen 2020 ke lombanuliscom . Tapi sepertinya aku ditipu karena semua akun penyelenggara lombanya hilang kontak. Dari mulai akun IG , FB, GOOGLE, bahkan akun WA nya pun dia tutup, huhu... Untuk kalian para pembaca maupun penulis yang suka ikut lomba-lomba di luaran sana. Harus pinter-pinter pilih penyelenggara lombanya loh ya, jangan sampai kena tipu. Poster lomba yang meyakinkan, ataupun akun sosmed yang meyakinkan juga nggak menjamin kalau lomba itu beneran asli. Karena aku pun awalnya yakin pada lomba ini karena dari poster edaran pun meyakinkan, akun sosmed banyak followersnya. Tapi ternyata semuanya nggak menjamin. Mereka hanya oknum picik yang mencari uang lewat hasil karya kita. Walaupun mungkin mereka tidak meminta uang secara langsung kepada kita, tapi karena karya kita yang dikirim kepada mereka tanpa hak cipta, mereka bisa saja seenaknya membukukan karya kita tanpa sepengetahuan kita, dan royalty tentunya 100 % untuk mereka. Sekedar