Skip to main content

6. Nge - Date




Hari ini kebetulan gue nggak ada kelas, makanya sekarang gue tengah berleha-leha gempulingan di atas kasur sambil nonton live streaming Chanyeol Oppa di Instagram. Sumpah, keindahan Tuhan mana lagi yang lo dustain setelah melihat wajah mulusnya seorang Park Chanyeol. Kalau sudah seperti ini, dunia ini berasa milik gue berdua sama Chanyeol.

Lagi asyik-asyiknya comment di live Chanyeol, gue lihat ada pesan masuk di ponsel gue. Gue lihat di notifikasinya, ternyata dari Kak Juna. Oke, kalau Kak Juna itu masa depan gue. Jadi, pesan dari dia takkan gue abaikan.

Akhirnya ikhlas nggak ikhlas, gue berhenti nonton live streaming Chanyeol itu. Kini gue beralih melihat pesan masuk dari Kak Juna tadi. Sewaktu baru gue buka, betapa terkejutnya gue ketika melihat isi pesan itu kalau Kak Juna ajak gue nge-date hari ini.

Alhasil, gue langsung uring-uringan sambil teriak-teriak seperti orang gila. Dan teriakan gue sukses terhenti karena mendengar teriakan lebih keras lagi dari Kak Sica di luar.

“Woi! Berisik!” teriak Kak Sica dari luar. Memang ya, sekencang-kencangnya gue teriak, teriakan gue bakal kalah kencangnya sama suara mak lampir milik Kak Sica. Sayang, cantik cantik kok waktu teriak kesannya malah buat ilfeel.

Akhirnya gue langsung diam. Gue tak berani kalau harus balas teriakan Kak Sica. Soalnya kalau gue balas, yang ada gue langsung masuk rumah sakit dan operasi telinga gara-gara nggak kuat mendengar serentetan omelannya.

Setelah gue balas pesan dari Kak Juna, gue langsung berlari ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Dari pagi memang gue belum mandi. Kenapa? Karena ini kebiasaan gue. Gue biasanya kalau hari libur itu bangun pagi mandi sore. Biar lah gue jorok juga, kan ada pepatah bilang, cewe cantik jarang mandi, makanya gue nurut sama pepatah itu.

Tapi kali ini, dengan segenap hati nurani, gue jadi nggak mandi sore hari ini. Karena gue nggak mungkin kan nge-date dengan Kak Juna tapi gue nggak mandi dulu?

Kali ini juga gue nggak mandi ala capung cebok lagi, gue sekarang benar-benar mandi. Pokoknya, gue mau menghabiskan satu sabun buat gosok badan gue ini biar wangi, biar Kak Juna nggak ilfeel ke gue.


🍁🍁🍁



Gue mematut bayangan diri gue di depan cermin. Setelah selesai, gue langsung melesat keluar untuk menemui Kak Juna yang sudah menunggu di luar rumah. Gue sengaja tidak menyuruh dia masuk dulu, gue takut nanti dia bakal di amuk mak lampir yang ada di rumah ini. Mak lampirnya bukan ibu gue ya, ingat! Dia tak pernah peduli ke gue. Mak lampirnya itu, siapa lagi kalau bukan Kak Sica. Dia terlalu sensitif kalau tahu gue jalan dengan pria. Dia benar-benar calon MakAble pokoknya.

“Nunggu lama?” tanya gue waktu gue sudah memposisikan diri duduk di sebelah Kak Juna.

“Nggak kok, langsung jalan aja ya?”

Gue jawab dengan anggukan. Akhirnya Kak Juna menyalakan mobilnya lalu langsung melesat dari pekarangan rumah. Gue dan Kak Juna tidak dibilang benar-benar nge-date sih, kita hanya nongkrong-nongkrong biasa saja di cafe.

“Pesen apa?” tanya Kak Juna yang kini tengah melihat buku menu.

“Samain sama Kak Jun aja.” jawab gue. Kak Juna hanya menjawabnya dengan mengangguk pelan.

Setelah pelayan itu pergi untuk mengambil pesanan kami, gue cuma umbar bete dengan membuka aplikasi Instagram di ponsel gue. Siapa tau live dari Chanyeol belum selesai, kan? Biar gue bisa lihat lagi. Walaupun masa depan gue sekarang sedang di depan mata, tetap saja gue tak ikhlas kalau harus meninggalkan live streaming dari Chanyeol. Kayaknya ada yang kurang gitu. Tapi, sewaktu gue sudah buka Instagram lagi, ternyata live nya sudah tidak ada. Gue sedih? Jelas. Gue kan belum tuntas melihat live nya.

“Kenapa sih lihatin hp nya sampe cemberut gitu?” tanya Kak Juna karena melihat raut wajah kecewa gue.

Gue menggeleng lalu langsung tersenyum, “Nggak, gak papa.” jawab gue. Gue takkan jujur kalau gue sedih gara-gara ketinggalan live streaming Chanyeol. Yang ada nanti gue di hapus dari daftar gebetan Kak Juna. Ingat kan dulu gue pernah diputusin gara-gara cemburu sama oppa Korea?

Akhirnya pesanan kami datang. Dan kami pun mulai menyantap makanan yang sudah dipesan tadi.

“Btw, kamu pacaran ya sama Devin?”

Pertanyaan Kak Juna sontak membuat gue yang tengah makan menatapnya dengan raut wajah terkejut. “Nggak Kak, kata siapa?”

“Kak Jun cuma nebak aja sih, habisnya kalian kan sering tuh keliatan bareng-bareng terus.”

“Nggak Kak, nggak!” seru gue sambil mengibaskan tangan tidak sabaran. Masa iya sih Kak Juna mendeklarasikan kalau gue pacaran sama si Vivin, nggak lah! “Aku sahabatan sama dia.”

“Masa sih? Kayanya Devin nganggep kamu lebih dari itu deh!” seru Kak Juna lagi.

“Nggak Kak, kita sahabat. Gak mungkin Devin nganggep lebih dari itu.”

“Oke.” seru Kak Juna. “Tapi, kalo seandainya Devin nganggep kamu lebih dari sekedar sahabat gimana? Kamu juga bakalan nganggep dia lebih?”

Mendengar pertanyaanya semakin membuat gue membelalak tak percaya. “Aku gak pernah punya fikiran kaya gitu Kak. Lagian itu gak mungkin terjadi.”

“Mungkin aja, di dunia ini gak ada yang gak mungkin.” seru Kak Juna lagi.

Gue menghela nafas pelan, “Aku gak akan nganggep Devin lebih dari sekedar sahabat aku Kak. Jadi, jangan bahas Devin lagi.” seru gue seolah memerintah Kak Juna untuk berhenti membahas Devin.

Gue paling tak suka jika gue tengah jalan dengan orang yang gue sayangi, terus orang itu malah bahas orang lain.


🍁🍁🍁



Selesai makan bersama Kak Juna, kita pergi ke sebuah toko buku untuk membeli buku komik pesanan ponakan Kak Juna. Gue membiarkan Kak Juna untuk memilih buku komik sendirian. Soalnya gue sendiri tidak terlalu suka komik, makanya sekarang gue lagi ada di barisan tempat buku-buku novel berada. Sekalian kan, berhubung gue lagi di toko buku, makanya gue ikut beli buku novel favorit gue juga. Hitung-hitung hemat ongkos bensin daripada harus beli sendiri nanti.

Gue sekarang tengah melihat-lihat buku novel tentang Comedy-Romance. Kebetulan gue juga tidak suka novel yang bergenre horror. Kenapa? Karena menurut gue, kisah hidup gue bahkan lebih horror dari pada cerita di novel horror tersebut.

Saat tengah asyik-asyiknya melihat novel, gue dikejutkan dengan suara seorang pria yang kini sudah berdiri di sebelah gue.

“Kebiasaan, milihnya novel Romance terus.”

Gue mendelik ke arah pria itu. Yap! Dia adalah Devino Xavier. Kenapa juga gue harus bertemu Devin disaat seperti ini. Tahu kan Devin dan teman-teman gue paling nggak suka kalau melihat gue dekat dengan Kak Juna?

“Kenapa sih lo sukanya novel yang genre kaya gitu? Biar ikutan baper pas bacanya ya?” seru Devin lagi dan gue cuma mendelik kesal ke arahnya. “Kasian banget hidup lo. Kelamaan gak ada yang baperin, makanya yang baperinnya cuma naskah novel!” serunya sambil memasang muka memelas dan geleng-geleng kepala.

Sontak tangan gue langsung memukul kepala bagian belakang Devin hingga Devin terhuyung ke depan dan refleks keningnya mengenai rak buku. Dia mengerang kesakitan sementara gue hanya menahan tawa dan siap meluncur pergi dari hadapan Devin karena takut perbuatan gue bakal dibalas lagi oleh Devin.

“Kenapa senyum-senyum gitu?” tanya Kak Juna karena sekarang gue langsung menghampiri Kak Juna yang tengah asyik memilih buku komik.

Gue menggeleng pelan, “Nggak.” jawab gue, padahal nyatanya gue tengah menahan tawa mengingat kejadian tadi bersama Devin.

“Woi Donat, kurang ajar lo! Jidat gue sakit pe’a!” teriakan Devin kini sukses menggema membuat pengunjung toko buku kini menatap Devin dengan tatapan aneh.

Gue melihat ke arah Devin yang kini tengah menghampiri gue. Tapi, dia tiba-tiba menghentikan langkahnya ketika menyadari ada Kak Juna yang kini tengah berdiri di belakang gue.

Gue lirik Kak Juna sebentar lalu gue menatap Devin kembali. Entah ini perasaan gue saja atau tidak, tapi yang jelas, ada raut tidak mengenakan dari Devin saat memandang Kak Juna, begitu pun sebaliknya. Kenapa dengan mereka?

Akhirnya gue hanya berdehem sebentar untuk memecah kecanggungan yang kini tengah melanda kami.

“Oh! Lo di sini?” tanya Kak Juna pada Devin. Tapi bagi gue, itu seperti bukan pertanyaan, melainkan seperti teguran. Dapat gue lihat dari nada bicara Kak Juna yang seakan tidak senang melihat Devin di sini.

Gue lihat Devin tersenyum mengejek lalu kembali memandang Kak Juna. “Kenapa kalo gue di sini? Ini bukan termasuk wilayah bokap lo, kan?”

“Mm.. tentu saja. Kalo ini wilayah bokap, gue gak akan biarin sembarang orang buat menginjakkan kakinya di sini.” seru Kak Juna lagi.

“Gue tau, lo cuma bakalan ngijinin orang yang punya hubungan darah aja sama lo kan yang boleh menginjakkan kaki di wilayah bokap lo? Cih, nempel terus di ketek bokap!” seru Devin anarkis.

Gue melihat Kak Juna mulai terpancing emosi. Ini ada apa sih? Hubungan darah? Apa? Gue sama sekali tak mengerti tentang apa yang tengah mereka bicarakan.

Akhirnya gue menghela nafas sebentar lalu mengalihkan pandangan untuk menatap Kak Juna. “Kak, udah kan nyari komiknya? Yuk pulang sekarang.” ajak gue sembari menarik pelan tangan Kak Juna untuk segera menjauhi Devin.

Gue heran dengan mereka, mereka punya masalah apa sih hingga saling membenci satu sama lain sampai sebegitunya? Tidak mungkin kan masalahnya gara-gara memperebutkan gue? Aduh! Otak gue mulai tak waras lagi. Mana mungkin lah mereka memperebutkan gue!

“Vin, gue duluan!” seru gue karena tak mau terus berlama-lama dalam suasana akkward yang Kak Juna dan Devin buat saat ini.


🍁🍁🍁



Holaaaaa Renata Keyla balik lagi sama Chapter ke-6 nya. Gimana chapter tadi? Please coment sebanyak-banyaknya. Maafin juga kalo semisal banyak typo bertebaran dimana-mana.


Jangan lupa kasih tau juga kalo semisal banyak kesalahan pada penulisan katanya.


Penasaran sama chapter selanjutnya? Tunggu aja ya next chapternya😊


XOXO


FIHA IM



Comments

Popular posts from this blog

Renata Keyla

RENATA KEYLA [SS Series I] "Lo gak percaya sama gue?" "Kenapa gue harus percaya sama lo kalo lo cuma bisa omong kosong kaya gini! Gue benci sama lo, Vin!" "Lo benci gue?" "Iya, kenapa? Marah?!" "Lo bakalan nyesel udah ngomong kaya gitu ke gue, Natt." "Haruskah gue nyesel? Setelah lihat kelakuan asli lo yang kaya gini? Yang bisanya cuma nge-judge orang dari covernya doang?!" "Natt! Gue bakal buktiin omongan gue. Dan pada saat semua omongan gue terbukti bener, jangan cari gue karna rasa bersalah lo itu. Karna setelah ini, gue udah gak ada di sisi lo lagi." ====== Nama gue Renata Keyla, lebih suka dipanggil Natt. Tapi, teman-teman gue lebih sering manggil gue Donat. Kenapa? Karena gue suka makan makanan itu. Ini tentang kisah gue, kisah perjalanan hidup gue. Tentang bagaimana cara gue dapat menemukan dia, seseorang yang berhasil membuat gue melabuhkan ha

Jangan Remehkan Impianku

Cerita ini ditujukan untuk orang yang bermimpi jadi seorang penulis, namun tak cukup percaya diri karena mendengar ucapan orang lain tentang menjadi penulis Selamat membaca❤ ️ 🍁🍁🍁 Hujan kembali mengguyur bumi. Kedatangannya membuat segelintir orang yang tengah berlalu lalang langsung berlarian untuk meneduhkan diri. Termasuk diriku. Aku yang tengah berjalan santai langsung berlari karena kedatangan hujan yang terlalu tiba-tiba. Beruntung aku berada tak jauh dari area kelas, sehingga aku kini dapat langsung berteduh di sana. Kuusap buku yang sedari tadi berada di genggaman. Ah sial, buku novelku jadi basah. Aku paling tak suka jika buku-buku milikku basah, karena itu tandanya aku tak bisa merawat buku. Akhirnya kuputuskan untuk berjalan memasuki kelas. “Eh, lihat deh. Si kutu buku kehujanan tuh!” “Mampus! Bukunya jadi basah, kan?” “Lagian, kemana-mana selalu bawa buku.” “Ya

Nightmare

Cerpen ini aku ikutkan lomba menulis cerpen 2020 ke lombanuliscom . Tapi sepertinya aku ditipu karena semua akun penyelenggara lombanya hilang kontak. Dari mulai akun IG , FB, GOOGLE, bahkan akun WA nya pun dia tutup, huhu... Untuk kalian para pembaca maupun penulis yang suka ikut lomba-lomba di luaran sana. Harus pinter-pinter pilih penyelenggara lombanya loh ya, jangan sampai kena tipu. Poster lomba yang meyakinkan, ataupun akun sosmed yang meyakinkan juga nggak menjamin kalau lomba itu beneran asli. Karena aku pun awalnya yakin pada lomba ini karena dari poster edaran pun meyakinkan, akun sosmed banyak followersnya. Tapi ternyata semuanya nggak menjamin. Mereka hanya oknum picik yang mencari uang lewat hasil karya kita. Walaupun mungkin mereka tidak meminta uang secara langsung kepada kita, tapi karena karya kita yang dikirim kepada mereka tanpa hak cipta, mereka bisa saja seenaknya membukukan karya kita tanpa sepengetahuan kita, dan royalty tentunya 100 % untuk mereka. Sekedar